Masyarakat kita yang mayoritas muslim bahkan
terbesar di dunia, menjadi barometer
tersendiri sejauh mana perkembangan Valentine’s Day dikalangan umat Islam. Lihat papan reklame, poster-poster di jalanan, dan media masa yang bertebaran di negeri ini, hampir seluruhnya berisi iklan yang menawarkan aksesoris Valentine’s day. Bahkan banyak saudara-saudara kita seiman yang saling mengucapkan ataupun mengirimkan kartu ucapan selamat merayakan Valentine’s Day.
tersendiri sejauh mana perkembangan Valentine’s Day dikalangan umat Islam. Lihat papan reklame, poster-poster di jalanan, dan media masa yang bertebaran di negeri ini, hampir seluruhnya berisi iklan yang menawarkan aksesoris Valentine’s day. Bahkan banyak saudara-saudara kita seiman yang saling mengucapkan ataupun mengirimkan kartu ucapan selamat merayakan Valentine’s Day.
Begitu mudah musuh-musuh Islam memperdaya
kita dengan budaya hedon hasil rekayasa mereka. Dan keadaan ini sudah
diprediksi oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya, beliau bersabda : “akan
terjadi, bersatunya bangsa-bangsa didunia menyerbu kalian seperti sekelompok
orang menyerbu makanan”. Salah seorang sahabat bertanya: “apakah karena jumlah
kami dimasa itu sedikit”. Rasulullah menjawab : “jumlah kalian banyak tapi
seperti buih dilautan. Allah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian
dan Allah menanamkan penyakit ‘wahn’ dalam hati kalian.” Lalu ada yang bertanya
lagi :“apakah penyakit ‘wahn’ itu ya rasulullah?” Beliau bersabda : “ Cinta
kepada dunia dan takut mati!”.(Riwayat Abu Dawud no. 4297. Ahmad V/278. Abu
Na’im dalam Al-Hilyah)
Secara kasat mata terlihat jika umat Islam
sekarang ini tidak lagi mengenal jati dirinya sendiri. Sebab itulah generasi Islam
larut dalam hura-hura Valentine’s Day dan melupakan sejarah pembantaian umat
Islam di Spanyol (pada 14 Februari 1492). Atau bisa jadi mereka tidak tahu
sejarah Valentine’s Day itu sendiri, lucunya jika hal itu benar karena budaya
ikut-ikutan merupakan budaya jahiliyah atau primitive yang dilarang agama.
Masasih kita mau kembali lagi ke zaman purba? Zamannya orang tidak bisa baca
tulis dan tidak punya aturan, yang ada kala itu hanya insting hawa nafsu belaka.
Asal-muasal
Valentine’s Day
Mengapa Valentine’s Day begitu eksis sampai
sekarang? Mengapa juga banyak umat Islam yang merayakannya? Padahal sudah jelas
Valentine’s Day adalah budaya Yahudi. Ada yang mengatakan jika Valentine’s Day
merupakan Hari Raya Gereja. Sumber yang saya baca (Wikipedia) menjelaskan kala
itu ada sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus di Via
Tibertinus dekat Roma, dan diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus.
Kerangka itu ditaruh dalam sebuah peti emas
dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Pada hari itu
sebuah misa khusus diadakan dan
dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta. Namun hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada
tahun 1969 sebagai bagian dari
sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya
tidak jelas dan hanya berbasis legenda saja. Anehnya,
justru kita yang merayakannya sementara gereja telah menghapusnya dari kalender
perayaannya.
Sumber lain menjelaskan bahwa karena kematian
Valentine bertepatan dengan perayaan Lupercalia, yaitu suatu perayaan orang
Romawi untuk menghormati dewa Kesuburan Februata Juno. Dimana dalam perayaan
ini, orang Romawi melakukan undian seksual dengan cara mereka memasukkan nama
ke dalam satu wadah, lalu mengambil secara acak nama lawan jenisnya. Nama yang
didapat itu menjadi pasangan hidupnya selama satu tahun. Dan apabila tiba pada
perayaan berikutnya, mereka akan membuang undian lagi atau bisa dibilang cari
pasangan baru.
Begitu berbahayanya jika budaya yang tidak
jelas mampu konsisten digandrungi umat dari generasi ke generasi, apalagi itu
umat Islam yang memiliki peradaban mulia. Karena perlahan namun pasti
nilai-nilai akidah akan tergeser dan mereka masuk ke jalan kesesatan. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “ Barang siapa yang meniru atau mengikuti
suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu”.
Membangun
Keteladanan Nabawi
Fenomena Valentine’s Day menjadi cambuk
pelajaran bagi kita semua terutama ulama Islam, yang merindukan peradaban
Islam. Upaya untuk menyelamatkan generasi umat Islam benar-benar urusan serius
yang mesti diprioritaskan disamping gerakan dakwah lainnya. Figur keteladanan
ala nabi menjadi kehausan pada umat Islam sekarang dan mesti segera dipenuhi
sebelum sekulerisme kian menjangkiti umat Islam.
Ulama sekarang ini terlalu eksklusif sehingga
sulit terjangkau oleh kalangan “jalanan” yang sebenarnya mereka rindu suri
tauladan. Tawuran pelajar yang nota-bene beragama Islam menunjukkan peran guru
begitu lemah dalam menanamkan sunnah nabi SAW. Banyaknya kasus perzinahan menggambarkan
belum diterimanya transformasi keteladan nabi SAW dalam memuliakan
istri-istrinya. Maraknya tindak korupsi dan penyelewengan oleh pejabat
merupakan bukti tidak adanya jiwa kepemimpinan seperti yang pernah dicontohkan
nabi SAW dan sahabat-sahabatnya.
Boleh jadi kita hidup jauh dari masa
kehidupan nabi SAW dan sahabat, sehingga banyak kalangan mengatakan tidak
mungkin bisa mengikuti apa yang menjadi tuntunannya. Selain perubahan zaman dan
iptek yang pesat, heterogen penduduk dunia pun semakin bervariasi. Namun suri
tauladan Rasulullah SAW terbukti menjadi rahmat semesta alam. Sebagaimana Allah
SWT telah berfirman yang artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(QS: Al-Ahzaab, 21)
Keteladanan
Rasulullah SAW sudah saatnya dibudayakan lagi dalam kehidupan
sehari-hari, dan tidak cukup jika hanya menjadi madzab atau nama aliran tanpa
aksi dalam kehidupannya. Apalagi hanya menjadi bahan diskusi yang berujung pada
perdebatan khilafiyah semata. Adakah diantara kita yang siap menjadi pelopor
dan mampu membawa dirinya sebagai figure yang menghipnotis generasi Islam
dengan kesantunan adab-adab nabawi? Inilah pertanyaan yang mesti kita renungkan
dan bersama-sama untuk mewujudkannya.
ZAINAL
ARIFIN (Pengasuh MA Hidayatullah Depok, Jawa Barat)
ya begitulah... semua itu jadi tanggung jawab kita bersama... maka pendidikan keteladanan harus dimulai sejak dini...
BalasHapuslike this, anak2 akan cenderung meniru contoh keteladanan, daripada mengikuti "Perkataan" walau nasehat bagus sekaliipun...
Hapus